Rabu, 20 Oktober 2010

mahasiswa Cs anarkis

demo dimana-mana ikut memeriahkan acara satu tahun kepemimpinan SBY-Boediono. hampir setiap kota-kota besar pasti diwarnai aksi demo. demo sih ga papa akan tetapi haruskah selalu diwarnai dengan kekerasan???
ironis sekali melihat demo-demo yang ditayangkan oleh berbagai media massa sekarang ini. bagaimana tidak??
demo yang seharusnya dapat menyalurkan aspirasi rakyat kini malah menjadi ajang baku hantam dan lempar-lemparan batu. demo yang berlangsung selalu berujung dengan rusuh dan bentrok saling dorong antara pendemo dan aparat. kerusuhan yang seperti itu tidak menutup kemungkinan adanya korban baik itu luka ataupun meninggal.
mahasiswa yang terkenal sebagai kaum intelektual muda kini sama halnya dengan para preman yang main pukul dan hantam.
mereka tidak menggunakan otaknya akan tetapi mengandalkan otot saja.
keladian seperti itu bukanlah malah menyelesaikan masalah akan tetapi malah memperburuk situasi.
menurutku, seharusnya kalau berdemo ya yang wajar saja ga usa pake acara menyandra plat yang berplat merah ataupun ampe memblokir jalan. karena mereka yang mengatasnamakan rakyat malah sebenarnya merugikan rakyat itu sendiri.
semestinya mereka coba dialog aja kirim perwakilan untuk menemui para pejabat pemerintahnya ataupun kalo ga seperti itu ya adain lah kulia tamu, undang pejabat-pejabat terkait kemudian utarakan apa yang jadi ganjalan dalam hati.

KOMUNIKASI VERBAL DAN NONVERBAL PADA MASYARAKAT JOMBANG

Seperti yang sudah kita ketahui, komunikasi terbagi menjadi dua yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi dengan menggunakan kata-kata yang disimbolkan dengan bahasa bisa berupa tulisan maupun lisan. Sedangkan jenis lainnya adalah lawan dari komunikasi verbal itu sendiri, yaitu komunikasi nonverbal. Komunikasi nonverbal bukanlah hal yang asing dalam hidup kita. Memang dari segi istilah terlihat membingungkan namun kita sering sekali menggunakannya, malahan tanpa sadar hampir setiap kita berkomunikasi kita menggunakan jenis komunikasi ini. Komunikasi nonverbal secara sederhana dapat dimaknai sebagai komunikasi tanpa menggunakan kata-kata. Istilah non verbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata yang terucap ataupun tertulis. Menurut Erving Goffman, meskipun seseorang berhenti berbicara namun ia tidak berhenti berkomunikasi melalui idiom tubuh (Mulyana, Deddy, 2001)
Komunikasi Verbal terbagi menjadi 4 yaitu Dialek, Aksen, Jargon, dan Argot. Contoh Dialek pada masyarakat jombang contohnya saja “ nek ono konco sing loro yo di tili’i ” yang artinya kalau ada teman sakit ya di jenguk. Sedangkan dalam aksen orang jombang bisa dicontohkan: “mene” yang memiliki arti “besok”, dan untuk argot, masyarakat jombang sama halnya seperti pada masyarakat Surabaya karena memang bahasa yang mereka gunakan paling banyak menggunakan bahasa suroboyoan. Contohnya “adoh-adoh teko mrene njeketek ga ketemu wonge” yang artinya “ jauh- jauh sampai sini ternyata ga ketemu sama orangnya”
Setiap daerah memiliki bentuk-bentuk komunikasi nonverbal yang berbeda termasuk masyarakat jombang yang menjadi sebagaian kecil dari masyarkat jawa. Orang jawa sangat kental dalam hal ini, orang jawa banyak menggunakan simbol-simbol nonverbal dalam kesehariannya, yang pertama kita bisa mengetahui jenisnya dari kinesik yaitu merupakan penyampaikan pesan-pesan yang menggunakan gerakan-gerakan tubuh yang berarti yang meliputi mimik wajah, mata (lirikan-lirikan), gerakan-gerakan tangan dan yang terakhir keseluruhan anggota badan (tegap, lemah gemulai dan sebagainya). Dalam budaya jawa komunikasi non verbal sangat kental dilakukan terutama untuk menghormati orang, atau orang yang lebih tua, semisal gerakan komunikasi yang dilakukan antara atasan dan bawahan atau abdi di mana bawahan atau abdi cenderung untuk menunduk dan merunduk untuk menunjukkan bahwa posisinya tidak lebih tinggi dari tuannya yang diajak bicara. sebagai contoh dari kinesik misalnya saja :
• membungkukkan badan ketika melewati orang tua, ini mempunyai arti bahwa kita menghargai orang tua dan ini sudah menjadi norma sopan santun.
• senyum kecil ketika bertemu dengan orang yang baru dikenalnya. Orang jawa mempunyai kebiasaan sekalipun ia tidak mengenal seseorang atau bahkan ia baru bertemu sekali dengan orang itu akan tetapi ia tetap tersenyum sebagai wujud tanda mengungkapkan keramahannya.contohnya saja, ketika ada orang baru dalam daerahnya sekalipun ia belum mengenalnya secara intrapersonal langsung akan tetapi ia dengan senyum kecil tersebut menandakan bahwa ia telah mencoba menunjukkan keinginan untuk mengenal dengan orang baru tersebut.
• Dalam masyrakat jawa ketika orang berjalan malah lebih sering menunduk alias selalu melihat ke bawah ini tentu saja sangat bertolak belakang dengan masyarakat umunya apalagi dengan ilmu kperibadian diri yang mengajari kita untuk selalu menatap kedepan akan tetapi maksud dari menunduk bagi orang jawa bukan berarti tidak memiliki rasa percaya diri akan tetapi biasanya rendah diri.
Kemudian yang kedua adalah proksemik. Edward T.Hall mambagi jarak berkomunikasi ke 4 kategori, yaitu: jarak public, jarak social, jarak, personal,dan jarak akrab (Rakhmat Jalaludin, 1998: 83).
• Dalam masyarakat jawa jarak akrab atau intim pun bisa dibagi menjadi beberapa bagian antara lain bisa di contohkan dengan mengelus-elus anaknya ketika mau tidur ini menandakan bahwa ia sangat mnyayangi anaknya dan ingin menciptakan suasana yang hangat agar anaknya cepat terlelap. Untuk jarak ruang bisa di contohkan dengan ketika kita makan bersama dengan keluarga di meja makan maka tempat duduk dari ayah selalu di depan kemudian ibu disebalahnya dan memutar dengan anak-anaknya. Ini menandakan bagaimanpun ayah adalah pemimpin rumah tangga sekalipun itu adalah waktu makan bersama.
• Dalam jarak personal dapat dicontohkan yaitu ketika kita bertemu dengan sahabat, kita sering melambaikan tangan ketika kita kan berpisah dengannya
• Sedangkan dalam jarak social dicontohkan saat pak kyai diundang oleh suatu masyarakat untuk berceramah ia lebih sering duduk di depan sendiri dan menggunakan tempat duduk yang berbeda (sofa) meskipun tempat duduk mereka satu ruang dengan masyarakat. Ini memiliki arti bahwa bagaimanapun juga seorang kyai ia dianggap sebagai pemuka sehingga dalam duduk pun ia tetap harus menjadi ketua dan itu berarti harus di barisan paling depan.
• Dan dalam jarak public kita bisa memberikan contoh ketika berbicara dengan orang lain akan tetapi berada pada tempat ramai dengan caara berbisik ini bisa mengindikasikan bahwa orang tersebut tengah menggunjingkan orang yang berada di sekitar mereka.
Petunjuk paralinguistic, sesuatu yang digunakan orang untuk menyampaikan lambang-lambang verbal. Misalnya dialek, tempo berbicara, dan tinggi rendahnya suara. Persepsi yang dapat dibentuk misalnya, orang jawa cenderung berbicara halus dengan suara pelan ini mengartikan bahwa tingkat kesopanan dan ingin menghormati orang yang lebih tua. seseorang yang gaya berbicaranya tersendat-sendat atau istilahnya gagap, cenderung tidak pede. Petunjuk paralinguistic juga menunjukkan keadaan emosi komunikator, misalnya ketika kita sedang marah, suara kita cenderung keras dan nada kita meninggi; jika sedang terharu, suara kita bergetar dan pelan. Nada suara nampaknya tidak mempengaruhi jumlah informasi yang ditukar, tetapi jelas mempengaruhi sikap komunikan kepada komunikator. Kita menanyakan sesuatu hal kepada teman kita, tetapi teman kita menjawab dengan nada suara yang tinggi dan intonasi yang kasar, maka sedikit banyak hal ini akan mempengaruhi sikap kita kepadanya kemudian. Oleh karena itu, ketika kita sudah tahu keadaan emosi seseorang, hendaknya saat berkomunikasi, kita memilh cara berkomunikasi yang tepat.
Dengan memahami komunikasi nonverbal dan verbal kita terhadap seseorang, dengan mudah kita dapat membentuk persepsi interpersonal kita terhadap orang lain. Tetapi bila kita tidak cermat dalam memahami komunikasi nonverbal atupun verbal seseorang maka yang terjadi adalah kegagalan komunikasi.